Wednesday, April 22, 2020

Kajian dan Analisis Pasar Green Building di Indonesia, Ditinjau Dari Perspektif Ekonomi Konstruksi

Kajian dan Analisis Pasar Green Building di Indonesia, Ditinjau Dari Perspektif Ekonomi Konstruksi

Pendahuluan:
Pemanasan global yang semakin meningkat dan juga disertai dengan perubahan iklim yang memberikan peringatan pada manusia untuk harus merubah gaya hidupnya menjadi gaya hidup ramah lingkungan. Gaya hidup yang ramah lingkungan harus diterapkan secara inklusif baik di semua negara, maupun di berbagai sektor termasuk salah satunya sektor konstruksi.
Pembangunan dan berbagai kegiatan oleh negara-negara di dunia memiliki dampak terhadap lingkungan. Isu pemanasan global tentu bukan istilah asing lagi di telinga kita, karena telah menjadi topik hangat yang dibahas untuk menyelamatkan Bumi.
Gas CO2 atau emisi menjadi penyebab dominan radiasi panas bumi terperangkap di Bumi yang menyebabkan pemanasan global. Berbagai komitmen internasional telah dirintis, di antaranya Protokol Kyoto tahun 1997, dimana negara-negara industri berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca secara kolektif sebesar 5,2% dibandingkan tahun 1990 (baseline). Protokol Kyoto mengatur prinsip yang sama untuk semua negara yang menandatangani perjanjian tetapi dengan tanggung jawab yang berbeda. Negara-negara industri maju  diharuskan berkomitmen untuk mengurangi jumlah emisinya, sementara negara berkembang tidak berkewajiban mengurangi emisi, tetapi harus melaporkan status emisinya.
Indonesia sebagai salah satu negara yang turut meratifikasi aturan ini, terhitung sejak tahun 2004, juga telah membuat program pelaksanaan pengurangan gas rumah kaca. Indonesia telah memberikan perhatian terhadap pengurangan emisi rumah kaca dengan dikeluarkannya PP No.61 tahun 2011 dan PP No. 71 tahun 2011, namun diperlukan kelembagaan yang dibuat pemerintah Indonesia dalam mendukung upaya masyarakat dalam menindaklanjuti Protokol Kyoto yang telah diratifikasi Indonesia.
Berdasarkan World Energy Statistics and Balances (database), bangunan dan sektor industri konstruksi salah satu yang banyak berkontribusi menghasilkan emisi.
Gambar 1 : Persentase Sumber Emisi di Dunia
Sources: Adapted from IEA (2019a), World Energy Statistics and Balances (database), www.iea.org/statistics and IEA (2019b), Energy Technology Perspectives, buildings model, www.iea.org/buildings.


Salah satu penerapan gaya hidup ramah lingkungan untuk mengurangi emisi akibat pembangunan dan pengoperasian bangunan adalah dengan menerapkan penggunaan green building. Namun kesadaran akan penggunaan green building masih rendah di mata masyarakat dikarenakan presepsi mengenai green building identik dengan cost yang tinggi..Menurut definisi GBCI, green building merupakan bangunan baru yang direncanakan dan dilaksanakan, atau bangunan yang sudah terbangun yang dioperasikan dengan memerhatikan faktor-faktor lingkungan/ekosistem dan memenuhi kinerja: bijak guna lahan, kualitas udara dalam ruangan, hemat air, hemat energi, hemat bahan, dan mengurangi limbah
Hasil riset baik di negara mau maupun di negara berkembang telah membuktikan bahwa green building sangat menguntungkan secara ekonomi. Adapun salah penelitian tersebut adalah Life Cycle Cost Analysis: Green Vs Conventional Buildings In Sri Lanka oleh Weerasinghe,. A. S dkk:
Tabel 1. Perbandingan Biaya Green Building vs Konvensional
Dari data diatas terlihat bahwa hasil net present value (NPV) antara green building dibandingkan dengan konvensional, green building memberikan present value yang lebih rendah, artinya biaya total yang dikeluarkan oleh pemilik bangunan akan jauh lebih rendah dengan menggunakan green building, dikarenakan biaya operasi dan maintenance dari green building jauh lebih rendah selama life cycle bangunannya walaupun biaya konstruksi green buiding lebih mahal dibandingkan konvensional. Manfaat yang di di hitung pada perhitungan diatas hanya berdasarkan nilai tangible saja, adapun manfaat lain yang tidak tangible juga di dapatkan seperti prestise bangunan (branding) dan manfaat kelestarian lingkungan yang dapat dirasakan oleh banyak orang. Sehingga, hendaknya green building layak menjadi pertimbangan besar untuk diterapkan di Indonesia.
Salah satu contoh bangunan gedung hijau adalah Gedung Kementerian Pekerjaan Umum Jakarta. Gedung ini merupakan gedung kementerian pertama di Indonesia yang berkonsep green building. Gedung Kementerian Pekerjaan Umum Jakarta dalam setahun mampu menghemat ±50,4% dalam penggunaan energi dan perbandingan penggunaan energi dengan desain standard office, pada tahap desain dan faktanya pada Gambar 2.
 Gambar 2. Perbandingan Penghematan Energi Gedung Kementerian Pekerjaan Umum Jakarta
(Sumber: https://pii.or.id/inovasi-korporasi-green-building-dan-green-construction)
Data dan Analisis Market Green Building
Berikut adalah data penerapan green building di Indonesia secara kumulatif dari tahun 2010 hingga 2016.
Gambar 3: Grafik Kumulatif Jumlah Green Building di Indonesia
(Sumber: Green Buildings Market Intelligence Indonesia Profile)
Berikut adalah forecasting pertumbuhan market green building mencapai 20% - 25% pada tahun 2025, dengan 3 kategori dan nilai project sebagai berikut
Gambar 4 Pertumbuhan Market Green Building di Indonesia
(Sumber: Green Buildings Market Intelligence Indonesia Profile)
Dari data diatas dapat kita lihat akan ada peningkatan pertumbuhan market green building di Indonesia, walaupun hampir mencabai stagnan di 25% yang mana marketnya secara garis besar di dominasi oleh sektor perumahan.
Kemunculan potensi pasar green building di dukung oleh:
1.      Kebijakan Iklim (NDCS)
·         Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi rumah kaca     sebesar 26% (41% dengan dukungan internasional) di bawah BAU pada tahun 2020.       
·         Strategi mitigasi oleh Pemerintah Indonesia sejak 2009


2.      Status Pasar
·         Permintaan perumahan yang belum terpenuhi diperkirakan mencapai 15%.
·         Pemerintah akan mulai membangun 1 juta unit rumah.
·         Bermitra dengan PT Ciputra, salah satu pengembang perumahan terkemuka, untuk    menyediakan perumahan hijau di Indonesia.
·         Pada 2016, PT Ciputra diberikan pinjaman $ 30 juta untuk membantu memotong perumahan           defisit dan mempromosikan bangunan hijau.
·         140 bangunan untuk menerima sertifikasi bangunan GREENSHIP (per Oktober)       2015)
Gambar 4 Pertumbuhan Pasar Setiap Sub Sektor dan Total Market Size
(Sumber: Navigant Research Global Building Stock Database)
·         Indonesia mengalami pertumbuhan yang sehat        di semua sub-sektor. 
·         Komersial tumbuh lebih cepat daripada       perumahan, tetapi stok perumahan masih      bagian terbesar 
·         Indonesia saat ini memiliki banyak yang tidak terpenuhi     kebutuhan perumahan. Diperkirakan 820-920.000      unit baru diperlukan setiap tahun untuk merespons    untuk permintaan tahunan dari pertumbuhan populasi.
·         Pemerintah Indonesia telah  proyek yang direncanakan untuk menyelesaikan masalah ini, satu   di antaranya adalah mulai membangun 1 juta                               unit rumah selama 5 tahun ke depan yang tertuang dalam rencana strategis Pemerintah Indonesia 5 tahun ke depan
Harapan Mengenai Green Building Ke Depannya
·         Bangunan hijau dapat mencapai setinggi 20-‐25% dari pasar pada tahun 2025       kombinasi dukungan kebijakan, manfaat pajak, pendidikan dan kesadaran        program, dan realisasi penghematan dari efisiensi energi.         
·         IFC memproyeksikan bahwa keseluruhan persentase bangunan hijau baru diharapkan    meningkat 2% hingga 5% setiap tahun, setidaknya hingga tahun 2030.
Permintaan akan green building ini akan semakin baik terus menerus ke depannya jika terus menerus diadopsi dengan mengontrol dari 2 sisi:
1.      Demand
      Demand akan sangat di pengaruhi oleh kesadaran owner dan regulasi pemerintah.
2.      Supply
      Kontraktor harus di support dengan supply chain yang memadai sehingga dapat menurunkan biaya konstruksi. Sehingga apabila biaya pembangunan green building dan konvensional akan semakin tipis variasinya, maka tentunya akan banyak owner yang akan memilih green building ke depannya dan marketnya akan semakin besar.
Kesimpulan:

Walaupun saat ini di Indonesia green building masih tergolong sangat sedikit namun dari potensi market, terlihat bahwa terjadi pertumbuhan yang baik pada marketnya yang di prediksi akan terus meningkat dari tahun ke tahun. Selain ini jika diukur dari net present value dari construction cost dan operasi serta maintenancenya, di dapatkan bahwa green building cost nya lebih kecil ketimbang bangunan konvensional, hal ini memberikan nilai ekonomi dan keuntungan, selain biaya yang lebih murah manfaat intangible yang dapat di manfaatkan generasi sekarang dan generasi berikutnya diharapkan dapat menjadi pendorong pertumbuhan market dari green building ini.